0
Home  ›  Kisah  ›  Sejarah

Kartini Dan Semangat Menulis Di Era Millenium

Kartini Dan Semangat Menulis Di Era Millenium

Kartini

Suatu kali, seorang ibu guru hendak menerangkan pembejaran sejarah dengan alat peraga berupa poster seorang wanita berkebaya. Ketika menanyakan tentang poster yang dipegangnya, serentak muka murid-muridnya menjawab, "Nyonya Meneer!" bu Guru. Cerita atau anekdot itu termuat dalam salah satu majalah ternama di tanah air, sekitar tahun 2000-an. Cerita tersebut sungguh menyentuh, menggelisahkan, menggelitik, mengkhawatirkan, dan menantang untuk mengembalikan pengetahuan dan pemahaman akan sejarah perjuangan bangsa dalam memperjuangkan kemajuannya.

Diperlukan usaha yang sungguh-sungguh dan serius agar nilai-nilai perjuangan bangsa tidak lekang oleh perubahan. Bisa jadi, anak-anak yang menjawab "Nyonya Meneer" itu, lebih familiar dengan produk jamu tersebut dibanding dengan upaya penanaman nilai sejarah dan perjuangan yang cenderung memudar dan menghilang ditelan perubahan. Kini di jaman globalisasi dan digital, perubahan terjadi dengan super cepat dan tidak menentu. Banyak tuntutan yang muncul sebagai akibat dari perubahan itu. Dan memerlukan jawaban yang serba cepat pula sehingga kemungkinan akan terlupakannya sejarah, seperti sejarah perjuangan bangsa akan hilang dan terhapus. Bangsa ini akan kehilangan jati diri, jika tidak ada lagi tupaya untuk menjaga dan mempertahankan nilai-nilai sejarahnya, antara lain melalui kegiatan peringatan-peringatan monumental.

Bulan April ini, sebuah torehan sejarah monumental dari seorang anak bangsa terukir indah dari Seorang perempuan yang selalu mamiliki semangat untuk kaumnya melalui gerakan keperempuan. Berjuang agar kaumnya memiliki kemandirian dan tanggung jawab dalam hidupnya. Dan tidak lagi, hanya terkungkung di urusan dapur, sumur, dan kasur. Demikian juga, gerakan sosial dan gerakan kesetaraaan, bahkan persamaan di bidang hukum menjadi garapan perjuangannya. Dialah RA Kartini.

Selayang Pandang RA Kartini Sejarah dan kiprahnya telah terukir dengan tinta emas. RA Kartini lahir pada tanggal 21 April 1879 di Jepara, Jawa Tengah. RA Kartini lahir di tengah-tengah keluarga bangsawan Jawa. Oleh karena itu, dirinya mendapat gelar Raden Ajeng yang disingkat RA. Hari kelahiran RA Kartini diperingati sebagai harinasional, yaitu hari Kartini. Ibunya bernama MA Ngasirah. Beliau adalah puteri dari Kyai di Telukawur, Surabaya. MA Ngasirah bukan putri keturunan bangsawan. Sementara itu, di masa kolonial Belanda terdapat peraturan jika seorang Bupati harus menikah dengan sesama keturunan bangsawan. Itulah penyebab ayah RA Kartini menikahi Raden Adjeng Woerjan yang merupakan keturunan bangsawan dæri Raja Madura.

Setelah pernikahan tersebut, ayah RA Kartini kemudian diangkat menjadi bupati Jepara, tepat setelah RA Kartini dilahirkan. Kakek dari RA Kartini adalah bupati pertama yang sudah memberikan pendidikan Barat kepada anak-anaknya. Kemudian RA Kartini bersekolah di ELS (Europese Lagere School) hingga usia 12 tahun. Di masa sekolahnya, beliau belajar dan mahir herhahasa Belanda Akan tetapi singkatnya masa sekolah tersebut disebabkan pada umur 15 tahun harus menjalani masa pingit. Selama menjalani masa pingitnya, dirinya mulai belajar menulis surat pada teman-teman dari Belanda. Salah satu sahabatnya adalah Rosa Abendanon. Motivasi belajar surat menyurat karena RA Kartini tertarik dengan pola pikir perempuan Eropa. Beliau mempelajari mengenai hal tersebut melalui surat kabar, majalah, hingga buku-buku. Kemudian beliau berkeinginan untuk memajukan perempuan Indonesia yang status sosialnya masih rendah kala itu.

Ia mulai memperhatikan masalah emansipasi wanita dengan membandingkan para wanita Eropa dengan wanita Indonesia. Baginya seorang wanita harus mendapatkan persamaan, kebebasan, dan otonomi serta kesetaraan hukum.

Orang bijak berpesan, dengan membaca, seseorang akan mengenal dunia. Dengan menulis, seseorang akan dikenal dunia. Masa depan seseorang ditentukan dengan bahan bacaan dan temannya, Begitulah yang dilakukan oleh RA Kartini membaca dan menulis dijadikannya senjata untuk mewujudkan harapan dan cita-citanya sebagai perempuan penggerak di bidang keperempuanan, sosial, pendidikan, dan kesetaraan gender. RA Kartini memilki harapan dan kemampuan jauh melampaui jamannya. Meski raganya terpenja karena harus dipingit sebagaimana tuntutan adat dan tradisi yang memaksanya, umur 15 tahun sudah tidak diperbolehkan keluar, apalagi bersekolah. Tetapi cita-cita, semangat, dan geloranya tak kunjung padam. RA Kartini, tidak mengenal lelah dan putus asa untuk meng- embangkan pemikiran-pemikiran  dan prinsip-prinsip hidupnya. RA Kartini, banyak membaca surat kabar dan majalah yang memberinya informasi dan perkembangan dunia luar. RA Kartini terus membaca dengan penuh perhatian, sambil membuat catatan-catatan penting.

Dari sinilah, RA Kartini bangkit dan berjuang untuk pembaharuan kaum dan bangsanya melalui tulisan. RA Kartini berjuang dengan tulisan, sangat sejalan dengan perintah Al-Quran, sebagaimana disebut dalam Surat Al-Qolam yang disamakan artinya dengan menulis. Mengapa RA Kartini memilih tulisan sebagai senjata perjuangan? Apakah ide dan gagasan RA Kartini terkait dengan latar belakang pendidikannya yang berbasis pesantren ketika masih belia? Pena yang kemudian diidentikkan dengan menulis merupakan salah satu kata yang mengandung keutamaan dan kemuliaan karena disebut dalam Al-Qur'an, bahkan Allah SWT bersumpah dengan pena. Bila Allah bersumpah den-gan sesuatu, maka tentu ada pesan yang ingin disammpaikan melalui "sesuatu' yang dijadikan sumpah tersebut. Demikian halnya ketika Allah SWT. bersumpah dengan pena. Dalam hal ini, ketika Allah bersumpah dengan pena, maka sesungguhnya, menurut mayoritas ulama tafsir, termasuk Mufasir Ibnu Katsir menambahkan bahwa Allah ingin menunjukkan kepada kita semua betapa pentingnya menulis dalam kehidupan kita. Dengan menulis, ilmu pengetahuan di jagad raya ini bisa tersebar ke seluruh penjuru dunia. Dengan menulis pula para ilmuwan mengabadikan karya-karya besar mereka, yang pada gilirannya menghadirkan pencerahan dan pencerdasan bagi masyarakat. Bisa dibayangkan jika di dunia ini tidak ada tulisan. Semua ilmu pengetahuan yang pernah ada di muka bumi ini akan sirna ditelan zaman. Karena, begitu seorang ilmuwan meninggal. tidak ada lagi ilmu yang bisa di sampaikan. Hal ini disebabkan karena ilmu yang dimilikinya tidak diabadikan melalui karya-karya tulis mereka. Tulisan akan abadi sedangkan ucapan akan hilang. Demikian sebuah pepatah terucap.

Proses pencerdasan dan pencerahan umat manusia tidak bisa dipisahkan dari peran tulisan yang digunakan oleh para ulama atau ilmuan untuk menghasilkan karya-karya besar mereka. Beragam ilmu pengetahuan dari masa ke masa masih terekam jelas melalui karya-karya bersejarah. Ada jalinan erat antar ilmuwan dari generasi ke generasi. Semua itu bisa terjadi karena adanya peran tulisan dalam proses transformasi pengetahuan. Geliat Literasi Menulis Seorang guru besar dari Institut Teknologi Surabaya (ITS) bernama Prof. Imam Robandi yang bercita-cita membaktikan hidupnya di bidang tulis-menulis demi membangun peradaban cemerlang di masa yang datang. Menurut Prof. Imam Robandi, pemilik grup literasi menulis IRo-Society dalam streaming YouTube IRoblink-nya mengatakan bahwa terdapat lima hal penting terkait dengan budaya menulis, sebagai berikut:

  • Pertama. menulis dapat meningkatkan kiualitas intelektualitas bangsa menjadi sederajat dengan bangsa lain yang telah maju.
  • Kedua, menulis adalah cara cerdas dan bijaksana dalam mengabadikan ide, pikiran, dan karya.
  • Ketiga, menullis dapat menjadi tanaman investasi, bahkan sampai akhirat.
  • Keempat, mernulis merupakan wadah untuk berlaih mengeksplor berbagai kernampuan akademik dan pengalaman.
  • Kelima, menulis adalah keterampilan yang membutuhkan proses dan latihan kontinyu.

Prof. Imam Robandi dengan cita-citanya yang mulia, telah dan terus akan menumbu kembangkan ikhtiar literasi menulis dengan membangun komunitas penulis yang baru dan potensial. Kini, keanggotaan komunitasnya telah tersebar secara meluas di dunia virtual dari Sabang sampai Merauke. Komunitas para penulisnya senantiasa bergerak dinamis, lincah, kreatif, dan tak mengenal kata menyerah dalam menghadapi tantangan. Setiap event dijadikan sebagai peluang untuk meningkatkan kemampuan berliterasi menulis. Para penulis dibekali komitmen untuk terus berkarya, walau hanya satu paragraf. Yang menarik untuk dikagumi dari komunitas penulis IRo-Society adalah warganya mayoritas kaum perempuan. Hal ini dapat dibuktikan dengan memerhatikan jumlah peserta di setiap event tulis-menulis yang diadakan, selalu didominasi oleh kaum perempuan. Mereka adalah komunitas yang menjadikan tulis-menulis sebagal pilihan dalam mengunggah rasa, persepsi, pikir, dan pengalamannya. Mereka adalah pejuang pena yang siap menggebrak dunia, mengangkat harga diri kaumnya melaluil karya-karyanya demi sebuah peradaban yang gemilang, cemerlang dan mencerahkan. Dari mereka telah terbit rausan buku. Dan akan menyusul lagi buku-buku dahsyat dan spektakuler yang akan menggemparkan dunia literasi menulis. Mereka adalah Kartini pejuang pena di era millenial.

Mau donasi lewat mana?

BRI - Saifullah (05680-10003-81533)

JAGO - Saifullah (1060-2675-3868)

BSI - Saifullah (0721-5491-550)
Merasa terbantu dengan artikel ini? Ayo dukung dengan donasi. Klik tombol merah.
Search
Menu
Theme
Share
Additional JS